UNS, psj.lppm.uns.ac.id – Kerja sama antar Unit Kerja Pengelolaan Pengetahuan teh WIKITI ,Koperasi Edukarya Negeri Lestari (KEN8), Teh Umran, Pusat Studi Jepang UNS, URDC Labo UNS,dan Arkom Solo mengadakan acara dengan tema Kelas Kenal Teh, Mengenali teh sebagai produk budaya; Cina, Jepang dan Indonesia bersama warga kampung Mojo, Semanggi, Surakarta. bertempat pada Aula Lantai 2, Kelurahan Mojo, Kampung Metal Mojo, Kec. Semanggi, 27/05.
Pada acara tersebut disediakan beberapa ragam teh yang dapat diseduh, sembari memahami materi sejarah teh yang diberikan oleh pemateri.
Teh berasal dari China dan di sana ada 7 dialek utama dan ada 2 jenis penyebutan berbeda untuk menyebut minuman tersebut. Teh dalam dialek Hokkian atau Min Nan yang dipraktekkan di wilayah Xiamen disebut sebagai te. Sedang dalam dialek Kanton yang dipraktekkan di wilayah Guangzhou, disebut sebagai cha.
Pada masa Dinasti Tang (618 -907 M), teh dinikmati dengan cara direbus. Proses teh dengan mencincang, menyangrai, menumbuk, dan menyimpannya dalam bentuk bongkahan seperti batu bata. Kemudian mengambil sepotong untuk direbus saat akan dinikmati. Meski budaya popular menikmati teh saat itu direbus bersama beragam bahan lain, menikmati teh secara tunggal dipraktekkan oleh golongan terpelajar juga para biksu dipusat-pusat pengkajian Buddhisme.
Kemudian Dinasti Song (907 – 1279 M), Menikmati teh dengan cara dikocok, berupa teh dalam bentuk bubuk halus. Mulai dikenal budidaya teh Berkembang metode pemetikan. Pemetikan dilakukan lebih hati-hati dan dilakukan bersama ritual agama Teh dihindari teroksidasi dengan proses dikukus (steamed) Dikenal teh putih; teh yang cukup dijemur
Dinasti Yuan (1271 – 1368), pada masa ini agama teh dilarang. Lalu, masa-masa desakralisasi & sekularisasi teh. Teh sekedar pendamping makan kecil. Yum Cha = teh + dimsum. Mulai dikenal Chaoqing, proses penghentian oksidasi dengan disangrai dalam wajan. Masa pertama China terhubung dengan Eropa. Menyerang Jepang, Korea dan Jawa masing-masing 2 kali.
Dinasti Ming (1368 – 1644), Era menikmati teh dengan diseduh (steeped). Menyeduh teh menggunakan beragam pottery yang indah. Muncul jenis teh yang memanfaatkan oksidasi
Teh di Jepang yang tetap sakral Inovasi inkremental & harmoni.
Dalam hal teh, hubungan bangsa China dan Jepang layaknya hubungan guru dan murid, hingga masa Kublai Khan menyerang negara kecil tetangganya ini. Jepang tak hanya memenangi peperangan, namun juga menjadi pewaris tunggal tradisi tinggi kebudayaan teh yang ribuan tahun dikembangkan Sang Guru. Masyarakat Jepang belajar dari gurunya dengan mengalami keseluruhan tiga tahap evolusi teh di Cina. Tahun 1211, sepuluh tahun setelah kepulangannya dari Cina, Eisai menulis beragam manfaat teh untuk kesehatan dalam ‘Kissa Yojoki’. Metode pengolahan teh matcha banyak mendapat perbaikan, terutama di kebun teh di prefektur Uji, utara Kyoto.
Ragam teh di Jepang juga berkembang dengan banyak rupa. Semua dasarnya adalah teh hijau, tak ada model teh hitam yang berkembang di sini. Ragam teh tersebut antara lain;
● Matcha: teh dengan wujud bubuk sangat halus. Melalui tahapan penaungan 3 minggu sebelum panen. Teh yang kerap digunakan dalam upacara keagamaan.
● Gyokuro: Tahapan proses yang sama dengan matcha (dinaungi selama 3 minggu), hanya saja tiap helai daun dipilin satu persatu kemudian disangrai. Wujud hasilnya berupa teh yang memanjang seperti jarum dan disajikan dengan metode diseduh (steeped). Gyokuro dan Matcha diolah dari bahan baku daun teh yang sama; ternaungi dan dipetik pada momentum petik pertama.
● Sencha: Teh yang diproses dalam wujud seperti gyokuro, hanya saja dipanen tanpa ada tahapan penaungan. Kebun dalam kondisi terkena sinar matahari. Teh sencha adalah jenis teh yang paling umum dikonsumsi. Umumnya Sencha dipetik pada momentum petik kedua dan ketiga.
● Shincha: Teh sencha yang dipanen petik pertama di awal musim semi, di momentum petik pertama.
● Bancha: Seperti teh sencha hanya saja dipetik kali ke-4 sebelum akhirnya daun teh mulai berguguran memasuki musim gugur. Di sini teh yang digunakan tidak selalu teh yang dipetik dari pucuk dan 3 helai dibawahnya. Seringkali yang digunakan untuk bancha adalah daun yang sudah cenderung tua. Proses petik daun tidak lagi selektif secara manual menggunakan tangan, tapi menggunakan beragam alat bantu mulai dari gunting manual hingga mesin pemotong. Teh jenis ini banyak dikembangkan menjadi beragam varian. Antara lain; genmaicha, hojicha dan kukicha.
● Genmaicha: Teh bancha yang disangrai bersama beras. Fungsinya sebagai pengisi supaya harga lebih terjangkau oleh orang kebanyakan.
● Hojicha: Teh bancha yang disangrai dengan metode sangat sederhana, hanya menggunakan gerabah dengan api dari arang kayu.
● Kukicha: Teh bancha yang disangrai bersama ranting-ranting pohon teh.
Diskursus Kelas Kenal Teh ini memberikan manfaat luar biasa untuk para masyarakatt yang datang, dari diskursus ini menambah wawasan kita tentang beragam teh dan sejarahnya. Tak luput dapat kita cicipi beberapa teh yang disediakan. Berharap agar kegiatan seperti ini dapat diteruskan di waktu lain. -AI